Wednesday, May 4, 2016

Mahasiswa BKI Nobar Film Patch Adams

Selasa 2 Mei 2016 Mahasiswa BKI UIN Sunan Kalijaga nobar alias “nonton bareng” film Patch Adam di gedung Teatrikal Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Acara nobar ini bukanlah acara nobar biasa. Film yang diputarkan pun juga bukan film biasa pula. Acara pemutaran film tersebut berjudul “Patch Adam”. Nobar Film tersebut sengaja dipersembahkan kepada mahasiswa BKI UIN Sunan Kalijaga ini pada umumnya bertujuan memberikan pencerahan motivasi serta wawasan mahasiswa bagaimana seseorang membantu orang lain dengan cara yang berbeda. Khususnya dalam memberikan gambaran aplikatif terhadap teknik-teknik konseling. Meski film tersebut ranahnya cenderung kepada kedokteran, disisi lain film tersebut menyentuh peran psikologis yang kental. Ini menjadi hal yang dipertimbangkan penting bagi mahasiswa BKI dalam mengetahui cara –cara sederhana, istimewa, dan berbeda seperti apa yang mampu membantu meningkatkan kualitas psikologis seseorang dengan tepat.
Mungkin sebagian dari kita, tidak banyak mengetahui film berjudul Patch Adam ini, karena memang film ini adalah film lama yang dipublikasikan tahun 1998. Menurut beberapa literatur bacaan yang saya pelajari melalui film maupun buku Patch Adams. Film Patch Adams menceritakan kisah mahasiswa kedokteran bernama Hunter Adams yang diperankan oleh aktor kawakan Robin Williams. Dalam film itu dikisahkan Patch Adams mengalami depresi sehingga ia divonis terkena gangguan jiwa.
Saat dirawat di Rumah Sakit Jiwa, Patch Adams belajar banyak dari pasien rumah sakit dan bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik untuk kesembuhan pasien. Ia melihat doktor yang melayani dan menyembuhkan di Rumah Sakit Jiwa tersebut sekedar melaksanakan pengobatan secara medis. Artinya seluruh aktivitas penyembuhan diandalkan oleh bahan-bahan kimiawi. Misalnya obat penenang, obat tidur, obat bius atau penahan rasa sakit. Adams yang mengalami gangguan terhadap depresinya yang membuat ia akhirnya bertemu dengan sekawan penderita gangguan jiwa. Mula-mula ia belajar apa yang sebenarnya dirasakan oleh salah satu penderita gangguan kejiwaan. Ia belajar mengerti bahwa yang dibutuhkan oleh pasien bukanlah obat, mereka butuh didengarkan. Mereka butuh mitra. Mereka butuh diikat inti jiwanya dengan cara yang unik. Keunikan itu terjadi pada kisah profesor matematika & industri Amerika Serikat yang mengalami “sindrom kejeniusan”. Akibat sindrom kejeniusan profesor tersebut ia menjadi gila akibat terlalu jenius. Sang profesor terlampu mendalami wilayah falsafah ilmu, hingga apa yang dipikirkannya bukan lagi yang orang biasa pikirkan hingga ia divonis gila. Adams seolah memberikan nafas baru dalam dunia penanganan pasien gangguan jiwa.

Ia bahkan bisa mengatasi trauma salah satu pasien yang sangat takut pada hewan-hewan kecil (kelelawar). Pasalnya pasien tiba-tiba teriak, ketakutan, mencakar-cakar, panik dan histeria. Bahkan tidak pernah mau ke kamar mandi karena trauma pada hewan tersebut. Melalui teknik role playing (bermain peran). Adams belajar menyelami peran sebagaimana ia trauma pada hewan kecil itu. Ia bergaya dan berperan seakan benar-benar menghadirkan secara nyata dan memperlihatkan cara mengusir ketakutan dalam dunia pada trauma tersebut. Dasyat bukan? Pengalaman-pengalaman ini membuat Patch Adams terinspirasi dan bertekad untuk dinyatakan sembuh agar bisa melanjutkan pendidikan di fakultas kedokteran demi bisa membantu orang lain yang sedang bermasalah kesehatannya. Meskipun usianya dan perawakannya terlihat sudah tidak sesuai sebagai mahasiswa tingkat pertama fakultas kedokteran, namun Patch Adams sangat antusias dan selalu bersemangat dalam belajar. Terlebih lagi ternyata Adams termasuk mahasiswa jenius yang bisa dengan cepat memahami materi yang diberikan para dosen. Selain itu, Adams juga telah memiliki pemahaman tersendiri bahwa mengobati pasiens tidak cukup hanya dengan pendekatan medis, namun juga perlu pendekatan psikologis agar pasien merasa nyaman, kualitas hidupnya meningkat dan lebih berani dalam menghadapi segala kemungkinan dalam hidupnya. Adams berpendapat bahwa “A doctor’s mission shoud be not just to prevent death, but also to improve the quality of life”. Tujuan seorang dokter tidak hanya menyembuhkan pasien atau mencegah kematian, tapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kekritisan Adams sebagai mahasiswa kedokteran seringkali membuat dokter-dokter pengajar kebingungan. Salah satunya saat mengamati sang dokter yang sedang memeriksa pasien-pasien di rumah sakit. Dokter pengajar memberitahukan pada mahasiswa penyakit pasien dan tindakan-tindakan yang dilakukannya. Namun sang dokter tidak menyebut nama si pasien melainkan hanya nomor identitas pasien yang diberikan oleh Rumah Sakit. Saat dokter pengajar menawarkan adakah pertanyaan, Adams mengacungkan tangannya dan bertanya: “Siapa nama pasiennya?” “What???” Dokter pengajar tampak linglung lalu meminta Adams mengulangi pertanyaannya. Sang dokter pun bertanya pada perawat dan mencari nama sang pasien beberapa saat baru bisa menjawab pertanyaan Adams. Dari sini Adams ingin mengingatkan bahwa pasien tersebut adalah manusia yang punya nama dan harga diri, bagaimana dokter bisa berusaha optimal memberikan pelayanan demi kesembuhan pasien bila menyebut nama pasien pun tidak terpikirkan. Dokter Patch Adam memberikan pelayanan.
Pada kesempatan lain Adams melihat anak-anak yang sedang sakit tampak tidak bersemangat. Ia pun menyelinap dan berpura-pura sebagai dokter lalu mengajak anak-anak berkomunikasi, bercerita lucu dan bergaya layaknya badut dengan memakai hidung badut berwarna merah. Hal ini membuat anak-anak tertawa bahagia dan kembali ceria. Tindakan Adams pun mendapat dukungan dari rekan-rekannya terutama setelah Adams berhasil membujuk seorang pasien yang sedang dalam pengawasan temannya yang semula tidak mau makan dan minum obat, menjadi bersemangat lagi sehingga tidak lagi sulit untuk diberikan makanan dan obat. Meskipun mendapat dukungan dari teman-temannya dan kalangan perawat rumah sakit, namun tidak demikian dengan pengajar yang merupakan dokter-dokter senior, berpengalaman dan bergelar profesor.
Adams akhirnya disidang untuk memutuskan apakah ia akan tetap diijinkan kuliah ataukan di keluarkan (drop out/DO). Adam mengumpulkan teman-teman yang mendukungnya dan beberapa pasien yang kondisinya membaik bahkan sembuh berkat bantuannya. Patch Adams melakukan pembelaan diri dengan sangat baik dan tidak bisa dibantah oleh para dokter senior dan profesor yang tidak suka padanya.
Setelah lulus dan menjadi dokter, Adams dan teman-temannya yang seide mendirikan klinik “Gesundheit” untuk bisa melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan dengan pendekatan yang berbeda dari dokter-dokter dan rumah sakit lain pada umumnya. Pendekatannya pada kemanusiaan, komunikasi, empati namun tetap mengedepankan etika, profesionalisme dan kompetensi seorang dokter.
Klinik yang kemudian menjadi rumah sakit ini ternyata sukses besar dan menjadi buah bibir masyarakat karena pendekatan pelayanannya yang sangat memuaskan pasien. Dan yang amat menakjubkan rumah sakit Patch Adams saat ini masih ada. Hal ini membuat dokter-dokter lain tertarik untuk bergabung dan belajar metode yang diterapkan dokter Patch Adams dan rekan-rekannya. Para dokter yang ingin bergabung tersebut rela meninggalkan pekerjaannya yang sudah stabil di rumah sakit atau klinik terkenal. Saking banyaknya yang ingin bergabung, mereka harus bersabar antri di daftar tunggu menunggu giliran bergabung di Gesundheit. Gesundheti menjadi tempat perawatan favorit masyarakat dimana kesembuhan dan kualitas hidup bisa didapatkan secara bersama-sama karena dokter-dokter dan petugas kesehatannya mengerti bagaimana memberikan pelayanan yang manusiawi dan berempati.

No comments:

Post a Comment