Kekuatan Catatan
Oleh : Dewi Purwati
Tulisan ini bukanlah tentang seberapa bisa menulis.
Tulisan ini bukan pula tentang keberhasilan menulis yang idealis karena tulisan
ini masih minimalis. Jauh dari kata baik apalagi menarik. Yang saya sadari saya
menangis, di zaman yang dilematis semua orang ingin serba praktis. Ironis,
plagiarism mewabah. Merambah generasi atas bawah. Mana boleh generasi muda
membaca tanpa bisa menulis? Mana boleh pula menulis tanpa boleh membaca? Tragis,
miris, ingin menangis.
Bagi saya, tulisan ini bukan untuk membuat orang
tertarik. Tapi usaha mau menjadi lebih baik. Bukan tulisan yang ingin dipuji,
apalagi dihargai. Ini lebih dari sekedar sebuah usaha membangun kesadaran jiwa.
Melejitkan potensi yang lama tak berdaya guna. Mengorek jiwa yang luput tak
terjamah. Mencari sebuah epifani diri, dari kegandrungan menulis dan membaca.
Sejak lama saya suka aktivitas menulis dan membaca.
Terhitung sejak duduk dibangku Sekolah Dasar kelas tiga. Saat awal pertama
kalinya saya bisa membaca. Untuk kali pertama saya mengeja buku-buku dengan benar
dan lancar. Saya menenggelamkan diri bersama dunia baru, menjadi kutu buku bersama
teman baru yaitu buku. Buku-buku itu adalah buku cerita bobo dan putri nirwana.
Majalah Bobo salah satu bacaan unggulanku. Selain
membaca juga berlatih berimajinasi bermain peran sendiri, ketawa haha hihi mengarang
sambil berkhayal tentang tokoh yang ada didalam buku cerita. Ku hadirkan mereka
dalam dunia saya. Saat tidak menyukai akhir alur ceritanya, saya rebah lalu
saya rubah naskah.. Saya tulis ulang cerita itu dibuku lain. Saya ubah naskah sesuai
sketsa saya. Sesuai versi khalayan saya. Jika megingat dulu itu, benar-benar
lucu dan lugu. Saya berbakat pinter menjadi skrip writer sampai ceritanya jadi
berputar-putar.
Membaca itu akan memuncullkan daya imajinasi. Iya, daya
imajinasi akan tercipta sebagai upaya menuangkan kembali/merekonstruksi apa-apa
yang diterima otak dengan kata-kata. Luar biasa. Kreativitas dan aktivitas yang
sering muncul itu seperti mengarang, otak dapat leluasa dan bebas menciptakan
kata yang bermakna.
Catatan adalah sebuah memo pengingat peristiwa. Peristiwa
istimewa menaburkan ketentraman jiwa dan sumber bahagia. Peristiwa duka menawarkan
pelajaran berharga. Istimewa ataupun duka samalah artinya sebuah peristiwa.
Terlalu sayang bila hanya dikenang. Terlalu murah jika hanya disimpan dikening
tanpa dituang. Catatan, adalah jendela anda mendekatkan diri pada aktivitas
tulis dan baca.
Seperti yang terjadi, pada istri orang nomer satu di
Paramaddina, Ibu omi gemar menulis kerena terbiasa membuat catatan. Catatan itu
sederhana namun kaya makna. Kisah nyata tanpa rekayasa. Bukan motif apalagi
fiktif belaka. Ini kisah hidup yang menghidupkan. Meski hanya berasal dari
serpihan, catatan catatan itu kini menjadi lembaran.
Judul
Buku
|
Hidupku
Bersama Cak Nur “Catatan Omi Komaria-Madjid”
|
Penulis
|
Omi
Komaria Madjid/Istri Nurcholish Madjid (Rektor Paramadina)
|
Penerbit
|
Nucholish
Madjid Sosiety
|
Tahun
|
2015
|
Resensi
|
Membaca buku yang ditulis melalui
catatan-catatan karya istri Rektor Paramadina ini amatlah menggugah jiwa
khususnya dalam pengabadikan pejalanan yang pernah dilewati semasa hidup
dengan orang-orang yang pernah ada dalam hidup. Isi buku tersebut benar-benar
renyah seakan siapapun yang membaca sedang hadir menyaksikan kisah nyata di
dunia cak nur dan bu omi. Rasanya kali ini saya sedang menyantap jagung manis
yang benar-benar bergizi bagi peredaran otak untuk memunculkan ide dan
gagasan dalam menulis catatan-catatan kehidupan.
Isi buku karya ibu Omi ini tergolong
sederhana. Seluruh tulisannya menjelaskan tentang biografi dan perjalanan kehidupan
dari awal pertemuan antara siti qamariyyah (omi komaria) dengan nurcholish
madjid, pernikahan, proses berumah tangga, hingga tanda-tanda menjelang
kewafatan cak nur. Kisah selama 56 tahun berjalan begitu sederhana dalam
pembahasaannya. Dapat saya katakan
buku ini mampu mempengaruhi saya untuk menulis. Menulis sesuatu yang
sederhana, menulis sesuatu yang kaya makna. Yaitu perjalanan hidup bersama
seorang yang terpilih dan orang terdekat kita.
Melalui catatan-catatan pendek, bu omi
dengan runtun bercerita tentang awal perjumpaan yang memang disengaja oleh
Cak Nur. Nuasan-nuansa menulis terbangun seraya menggambarkan kejadian-demi
kejadian yang terjadi.
Catatan pengguggah jiwa itu hadir
sebagai perwakilan isi pikiran hati yang ingin diungkapkan. Dengan penyajian
cerita yang tidak berat, sungguh kisah nyata itu berubah menjadi runtutan cerita
yang dapat dipedomani hikmahnya dalam menjalani kehidupan.
|
Selain
buku berjudul “Hidupku bersama Cak Nur” yang membangkitkan aktivitas menulis
catatan-catatan. Buku Mengikat makna update karya Hernowo memberikan asupan ide
yang lebih mendalam. Ada beberapa konsep aktivitas yang teradopsi dalam pola
membaca dan menulis yang kemudian saya aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari
yaitu buku sebagai makanan pokok bergizi dan ngemil.
Saya
mencoba menerapkan teori pertama (1) buku sebagai makanan pokok bergizi. Saya
analogikan bahwa kebutuhan makan dalam sehari ialah 3 kali makan (waktu pagi,
siang, dan malam). Itu artinya makan adalah kebutuhan pokok untuk hidup. Tanpa
makan manusia akan mati. Maka dengan kata lain rutinitas kebutuhan membaca
adalah kebutuhan pokok. Awalnya saya hanya membaca 1 buku dalam sehari, itupun
buku-buku ilmiah atau journal penelitian. Kali ini akan saya tingkatkan menjadi
3 kali waktu makan. Atau minimal dengan 3 buku dalam sehari.
Hari
ini misalnya. Sebelum berangkat mengikuti seminar proposal ananda Desi Oktaviana.
Di waktu pagi saya sajikan sepotong sandwish bernutrisi karya Omi Komaria yang
berjudul “Hidupku bersama Cak Nur”. Saya sempatkan sarapan pagi dengan hidangan
menu bergizi dari catatan-catatan singkat istri rektor Universitas Paramadina
ini. Di buku tersebut menceritakan perjalanan kehidupan yang mula-mula diawali
dengan kisah pertemuan beliau dengan sosok yang disebut dengan “Cak Nur” orang
nomer satu di Paramadina. Dapat saya katakan, buku ini cocok untuk pecinta
penulis catatan seperti saya. Pasalnya, catatan yang dibuat bu Omi ini
bersumber dari kisah nyata yang kemudian dituangkan dalam tulisan. Bukan
karangan fiksi. Sehingga, alur cerita yang ada didalamnya benar-benar nyata
tanpa setting. Di sisi lain, sentuhan-sentuhan hikmah semasa hidup berlangsung
dapat ditersalur benar dalam sanubari pembaca. Inilah yang saya sebut dengan
kekuatan catatan. The Power Of Notes. Seketika pula saya menerapkan menulis
setelah membaca buku tersebut.
Siang
sekitar pukul 14.07 saat hendak makan siang dengan buku karya Hernowo. Sesegera
mungkin saya menuliskan hal-hal yang menarik dan penting saya peroleh dari buku
tersebut sebagai asupan otak.
Dalam
buku Hernowo mengatakan bahwa untuk menjalankan kegiatan membaca dan menulis
awalilah dengan kesenangan dan kepedulian terhadap diri sendiri. Artinya
kehidupan yang kita jalani ini amat terlalu sayang jika tidak dipedulikan untuk
anda tuliskan. Ini yang kemudian saya maksud bahwa kepedulian merekam hikmah
terhadap diri sendiri adalah sumber dari kekuatan catatan.
Menurut
hemat saya, kesenangan terhadap aktivitas membaca maupun menulis haruslah
terbangun dahulu. Pertama, mula-mula membiasakan diri agar membaca dan menulis
untuk mendapatkan manfaat sebanyak-banyak dan sebesar-besarnya dalam
pengembangan diri. Apabila sudah senang menjalankan kegiatan membaca dan
menulis secara maraton, kontinu, dan konsisten lalu menghasilkan sesuatu yang
bermakna bagi diri, bagikanlah pengetahuan dan pengalaman tersebut dalam
menjalankan kegiatan membaca dan menulis yang hebat itu kepada orang lain.
Kedua,
membiasakan membuat catatan. Ketika membuat tulisan dalam bentuk cacatan
harian, catatan itu sungguh mulai memberikan banyak perhatian kepada diri Anda
dan kepada apa yang terjadi di dalam hati anda. Apa yang ada dalam hati
terkecil saya, yang paling rahasia, yang tersimpan di dalam diri maka tulislah
hal-hal tersebut.
Yang
terpenting dalam buku Hernowo menulis adalah memiliki kandungan kata mengikat.
Mengikat disini artinya ialah sebuah kegiatan merekam, menyimpan dan
mendokumentasikan. Catatan harian saya bersama rekan tim tentang therapi
tertawa di Bali yang berjudul Balinesia ialah hasil merekam kejadian, menyimpan
history, dan mendokumtasikan arsip-arsip berharga yang bertujuan menularkan energi-energi
positif iqra’ dan uktub
Kebahagiaan
sejati dari cacatan harianku saya dapat menulis secara sangat bebas. Kegiatan
menulis yang saya lakukan berada dalam kendali mutlak saya. Di samping itu
dengan menulis catatan saya dapat melibatkan diri secara penuh dan total. Saya
juga dapat menjadi lebih dekat dengan diri saya sendiri. Semakin kerap saya
menulis catatan semakin dekat pula jarak saya dengan diri saya. Saya juga dapat
bertukar kabar, berdialog dan mengenal sisi-sisi pada diri saya yang
tersembunyi yang selama ini saya tidak pedulikan dalam kesehariaan kehidupan
saya. Lewat menulis, diri saya yang tidak sempat terjamah dan pedulikan itu,
satu persatu bermunculan dan nampak lebih jelas.