Sunday, May 29, 2016

Kekuatan Catatan


Kekuatan Catatan 
Oleh : Dewi Purwati

Tulisan ini bukanlah tentang seberapa bisa menulis. Tulisan ini bukan pula tentang keberhasilan menulis yang idealis karena tulisan ini masih minimalis. Jauh dari kata baik apalagi menarik. Yang saya sadari saya menangis, di zaman yang dilematis semua orang ingin serba praktis. Ironis, plagiarism mewabah. Merambah generasi atas bawah. Mana boleh generasi muda membaca tanpa bisa menulis? Mana boleh pula menulis tanpa boleh membaca? Tragis, miris, ingin menangis.
Bagi saya, tulisan ini bukan untuk membuat orang tertarik. Tapi usaha mau menjadi lebih baik. Bukan tulisan yang ingin dipuji, apalagi dihargai. Ini lebih dari sekedar sebuah usaha membangun kesadaran jiwa. Melejitkan potensi yang lama tak berdaya guna. Mengorek jiwa yang luput tak terjamah. Mencari sebuah epifani diri, dari kegandrungan menulis dan membaca.
Sejak lama saya suka aktivitas menulis dan membaca. Terhitung sejak duduk dibangku Sekolah Dasar kelas tiga. Saat awal pertama kalinya saya bisa membaca. Untuk kali pertama saya mengeja buku-buku dengan benar dan lancar. Saya menenggelamkan diri bersama dunia baru, menjadi kutu buku bersama teman baru yaitu buku. Buku-buku itu adalah buku cerita bobo dan putri nirwana.

Majalah Bobo salah satu bacaan unggulanku. Selain membaca juga berlatih berimajinasi bermain peran sendiri, ketawa haha hihi mengarang sambil berkhayal tentang tokoh yang ada didalam buku cerita. Ku hadirkan mereka dalam dunia saya. Saat tidak menyukai akhir alur ceritanya, saya rebah lalu saya rubah naskah.. Saya tulis ulang cerita itu dibuku lain. Saya ubah naskah sesuai sketsa saya. Sesuai versi khalayan saya. Jika megingat dulu itu, benar-benar lucu dan lugu. Saya berbakat pinter menjadi skrip writer sampai ceritanya jadi berputar-putar.
Membaca itu akan memuncullkan daya imajinasi. Iya, daya imajinasi akan tercipta sebagai upaya menuangkan kembali/merekonstruksi apa-apa yang diterima otak dengan kata-kata. Luar biasa. Kreativitas dan aktivitas yang sering muncul itu seperti mengarang, otak dapat leluasa dan bebas menciptakan kata yang bermakna.
Catatan adalah sebuah memo pengingat peristiwa. Peristiwa istimewa menaburkan ketentraman jiwa dan sumber bahagia. Peristiwa duka menawarkan pelajaran berharga. Istimewa ataupun duka samalah artinya sebuah peristiwa. Terlalu sayang bila hanya dikenang. Terlalu murah jika hanya disimpan dikening tanpa dituang. Catatan, adalah jendela anda mendekatkan diri pada aktivitas tulis dan baca.
Seperti yang terjadi, pada istri orang nomer satu di Paramaddina, Ibu omi gemar menulis kerena terbiasa membuat catatan. Catatan itu sederhana namun kaya makna. Kisah nyata tanpa rekayasa. Bukan motif apalagi fiktif belaka. Ini kisah hidup yang menghidupkan. Meski hanya berasal dari serpihan, catatan catatan itu kini menjadi lembaran.


Judul Buku
Hidupku Bersama Cak Nur “Catatan Omi Komaria-Madjid”
Penulis
Omi Komaria Madjid/Istri Nurcholish Madjid (Rektor Paramadina)
Penerbit
Nucholish Madjid Sosiety
Tahun
2015
Resensi
Membaca buku yang ditulis melalui catatan-catatan karya istri Rektor Paramadina ini amatlah menggugah jiwa khususnya dalam pengabadikan pejalanan yang pernah dilewati semasa hidup dengan orang-orang yang pernah ada dalam hidup. Isi buku tersebut benar-benar renyah seakan siapapun yang membaca sedang hadir menyaksikan kisah nyata di dunia cak nur dan bu omi. Rasanya kali ini saya sedang menyantap jagung manis yang benar-benar bergizi bagi peredaran otak untuk memunculkan ide dan gagasan dalam menulis catatan-catatan kehidupan.
Isi buku karya ibu Omi ini tergolong sederhana. Seluruh tulisannya menjelaskan tentang biografi dan perjalanan kehidupan dari awal pertemuan antara siti qamariyyah (omi komaria) dengan nurcholish madjid, pernikahan, proses berumah tangga, hingga tanda-tanda menjelang kewafatan cak nur. Kisah selama 56 tahun berjalan begitu sederhana dalam pembahasaannya.  Dapat saya katakan buku ini mampu mempengaruhi saya untuk menulis. Menulis sesuatu yang sederhana, menulis sesuatu yang kaya makna. Yaitu perjalanan hidup bersama seorang yang terpilih dan orang terdekat kita.
Melalui catatan-catatan pendek, bu omi dengan runtun bercerita tentang awal perjumpaan yang memang disengaja oleh Cak Nur. Nuasan-nuansa menulis terbangun seraya menggambarkan kejadian-demi kejadian yang terjadi.
Catatan pengguggah jiwa itu hadir sebagai perwakilan isi pikiran hati yang ingin diungkapkan. Dengan penyajian cerita yang tidak berat, sungguh kisah nyata itu berubah menjadi runtutan cerita yang dapat dipedomani hikmahnya dalam menjalani kehidupan.


Selain buku berjudul “Hidupku bersama Cak Nur” yang membangkitkan aktivitas menulis catatan-catatan. Buku Mengikat makna update karya Hernowo memberikan asupan ide yang lebih mendalam. Ada beberapa konsep aktivitas yang teradopsi dalam pola membaca dan menulis yang kemudian saya aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari yaitu buku sebagai makanan pokok bergizi dan ngemil.
Saya mencoba menerapkan teori pertama (1) buku sebagai makanan pokok bergizi. Saya analogikan bahwa kebutuhan makan dalam sehari ialah 3 kali makan (waktu pagi, siang, dan malam). Itu artinya makan adalah kebutuhan pokok untuk hidup. Tanpa makan manusia akan mati. Maka dengan kata lain rutinitas kebutuhan membaca adalah kebutuhan pokok. Awalnya saya hanya membaca 1 buku dalam sehari, itupun buku-buku ilmiah atau journal penelitian. Kali ini akan saya tingkatkan menjadi 3 kali waktu makan. Atau minimal dengan 3 buku dalam sehari.
Hari ini misalnya. Sebelum berangkat mengikuti seminar proposal ananda Desi Oktaviana. Di waktu pagi saya sajikan sepotong sandwish bernutrisi karya Omi Komaria yang berjudul “Hidupku bersama Cak Nur”. Saya sempatkan sarapan pagi dengan hidangan menu bergizi dari catatan-catatan singkat istri rektor Universitas Paramadina ini. Di buku tersebut menceritakan perjalanan kehidupan yang mula-mula diawali dengan kisah pertemuan beliau dengan sosok yang disebut dengan “Cak Nur” orang nomer satu di Paramadina. Dapat saya katakan, buku ini cocok untuk pecinta penulis catatan seperti saya. Pasalnya, catatan yang dibuat bu Omi ini bersumber dari kisah nyata yang kemudian dituangkan dalam tulisan. Bukan karangan fiksi. Sehingga, alur cerita yang ada didalamnya benar-benar nyata tanpa setting. Di sisi lain, sentuhan-sentuhan hikmah semasa hidup berlangsung dapat ditersalur benar dalam sanubari pembaca. Inilah yang saya sebut dengan kekuatan catatan. The Power Of Notes. Seketika pula saya menerapkan menulis setelah membaca buku tersebut.
Siang sekitar pukul 14.07 saat hendak makan siang dengan buku karya Hernowo. Sesegera mungkin saya menuliskan hal-hal yang menarik dan penting saya peroleh dari buku tersebut sebagai asupan otak.

Dalam buku Hernowo mengatakan bahwa untuk menjalankan kegiatan membaca dan menulis awalilah dengan kesenangan dan kepedulian terhadap diri sendiri. Artinya kehidupan yang kita jalani ini amat terlalu sayang jika tidak dipedulikan untuk anda tuliskan. Ini yang kemudian saya maksud bahwa kepedulian merekam hikmah terhadap diri sendiri adalah sumber dari kekuatan catatan.
Menurut hemat saya, kesenangan terhadap aktivitas membaca maupun menulis haruslah terbangun dahulu. Pertama, mula-mula membiasakan diri agar membaca dan menulis untuk mendapatkan manfaat sebanyak-banyak dan sebesar-besarnya dalam pengembangan diri. Apabila sudah senang menjalankan kegiatan membaca dan menulis secara maraton, kontinu, dan konsisten lalu menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi diri, bagikanlah pengetahuan dan pengalaman tersebut dalam menjalankan kegiatan membaca dan menulis yang hebat itu kepada orang lain.
Kedua, membiasakan membuat catatan. Ketika membuat tulisan dalam bentuk cacatan harian, catatan itu sungguh mulai memberikan banyak perhatian kepada diri Anda dan kepada apa yang terjadi di dalam hati anda. Apa yang ada dalam hati terkecil saya, yang paling rahasia, yang tersimpan di dalam diri maka tulislah hal-hal tersebut.

Yang terpenting dalam buku Hernowo menulis adalah memiliki kandungan kata mengikat. Mengikat disini artinya ialah sebuah kegiatan merekam, menyimpan dan mendokumentasikan. Catatan harian saya bersama rekan tim tentang therapi tertawa di Bali yang berjudul Balinesia ialah hasil merekam kejadian, menyimpan history, dan mendokumtasikan arsip-arsip berharga yang bertujuan menularkan energi-energi positif iqra’ dan uktub
Kebahagiaan sejati dari cacatan harianku saya dapat menulis secara sangat bebas. Kegiatan menulis yang saya lakukan berada dalam kendali mutlak saya. Di samping itu dengan menulis catatan saya dapat melibatkan diri secara penuh dan total. Saya juga dapat menjadi lebih dekat dengan diri saya sendiri. Semakin kerap saya menulis catatan semakin dekat pula jarak saya dengan diri saya. Saya juga dapat bertukar kabar, berdialog dan mengenal sisi-sisi pada diri saya yang tersembunyi yang selama ini saya tidak pedulikan dalam kesehariaan kehidupan saya. Lewat menulis, diri saya yang tidak sempat terjamah dan pedulikan itu, satu persatu bermunculan dan nampak lebih jelas.

No comments:

Post a Comment