Saturday, December 13, 2014

Fenomena Gunung Pasir

Fenomena  Gunung  Pasir
Oleh    : Dewi Purwati

Sebagai mahasiswa yang sedang belajar dibidang bimbingan dan konseling mau tidak mau dituntut memahami realitas permasalahan atau kasus-kasus hangat serta penangananya diberbagai bidang kehidupan. Baik itu pendidikan, keluarga, pernikahan dll. Disamping memahami realita masalah tersebut juga mencari alternative yang solutif dan efektif bagi si klien.
Beberapa minggu lalu kebetulan ada teman sharing masalah keluarga. Alhamdulillah, Allah memberikan amanah dan rezeki padanya untuk terlebih dahulu menyempurnakan agama (yaitu dengan jalan menikah). (Tanpa menyebut nama dikarenakan asas kerahasiaan dan kode etik yg wajib dipatuhi). Hitung-hitung eksperimen sebelum jadi konsultan beneran. Namun, sebagai seorang sabahat, saya memposisikan diri sebagai mitra keluarga saat itu.
Ada yang menarik yang kemudian ingin saya tuliskan setelah satu jam-an sharing dengan teman saya. Catatan bagi saya pribadi tentunya, yakni ketika sudah menikah,  ternyata tidaklah semudah yang kita bayangkan juga tidaklah semulus yang kita angankan sebelum menikah dulu. Sesekali ada terjal dan ombak menghadang. Yah… contohnya seperti “fenomena gunung pasir”. Kenapa saya sebut sebagai fenomena gunung pasir?
Fenomena Gunung Pasir  dapat saya katakana : sebuah masalah kecil dan sepele yang sering muncul dalam rumah tangga. Karena dalam masalah rumah tangga itu sering kali muncul tumpukan-tumpukan masalah masalah kecil yang dibiarkan begitu saja tanpa adanya penyelesaian. Sehingga dari masalah-masalah kecil yang bertumpuk tersebut akan menjadi gunung yang tinggi dan besar.  Apabila terus menerus didiamkan dan dibiarkan maka lama-kelamaan bisa menjadi ledakan yang membahayakan.
Itulah  fenomena gunung pasir dalam rumah tangga. Mungkin biiar gampang jika dilogikakan ilustrasi begini :  Saat disekitar lereng  Merapi Yogyakarta banyak masyarakat menumpuk pasir untuk bahan bangunan, pasir yang tertumpuk tersebut kelihatan seperti gunung yang sangat besar dan tinggi dari arah kejauhan. Namun jika anda datangi dan anda ambil dengan tangan anda, ternyata gunung yang anda lihat besar dan tinggi dari kejauhan tersebut, hanyalah kumpulan dari butir-butir pasir yang sangatlah kecil. Demikianlah dengan permasalahan hidup berumah tangga.

Gunung yang kita lihat tinggi nan besar itulah masalah yangsudah terlanjur menumpuk. Sedangkan butiran-butiran pasir yang kita pegang itulah masalah-masalah kecil dan sepele namun  tidak segera dicari jalan solusinya. Yang sebenarnya kita tahu masalah-masalah kecil itu dapat diselesaikan dengan mudah bersama pasangan.
Secara pribadi, ada manfaat yang didapat dipetik disini sebagai bekal saat menjalani rumah tangga bersama pasangan kelak. Bahwa masalah kecil maupun besar sewaktu-waktu muncul dalam rumah tangga :
Segeralah komunikasikan bersama pasangan. Jangan menunda masalah menjadi semakin menumpuk, besar dan kemudian meledak. Kemudian, ciptakan keterbukaan bersama pasangan dalam komunikasi. Lakukan pada saat keadaan tenang tanpa emosi. Jangan mendominasi percakapan bersama pasangan. Biasanya hal ini dilakukan karena saling mempertahankan prinsip. Sehingga komunikasi yang diharapkan guna menyadari letak kesalahan masing-masing. Nah…perlu digaris bawahi kebayakan wanita sering  mengutarakan perasaanya dengan cara berbelit-belit, ingin mengutarakan A namun berawal dari   B dulu baru bisa ke A. Sedangakan pria rata-rata kurang menyukai diskusi  yang muter-muter  dan berbelit-belit, para bapak biasanya suka yang “to the point” istilahnya langsung pada intinya. Maka bagi para bapak harus saling memahami satu sama lain, jika pasangan memang kurang “clear” dalam penyampaian. Dan bagi para ibu, berusahalah untuk tidak membuat bingung dengan mengemas perkataan yang lebih simple. Setidaknya ini informasi tambahan hasil oleh-oleh kunjungan dari “FJC” Family Jogja Center” bahwa yang menghambat pasangan dalam komunikasi : ^_^

1. Belum menemukan chemistry kesejiwaan
Untuk bisa nyaman berkomunikasi antara suami dan istri itu diperlukan sebuah rumus kimia tertentu (chemistry) yang bisa menciptakan kesejiwaan di antara mereka berdua. Jika suami dan istri masih menjadi dua pihak yang berbeda, belum satu jiwa, belum menjadi soulmate, maka wajar jika terdapat gap atau kendala dalam berkomunikasi dengan pasangan. Suasana ini menjadi pemicu malas dalam berkomunikasi dengan pasangan.
Chemistry ini harus ditemukan terlebih dahulu oleh suami dan istri. Mereka berdua dengan tekun menyelami jiwa pasangan, setiap hari, agar bisa menemukan posisi yang tepat bagi masing-masing untuk menjadi belahan jiwa bagi yang lain. Jika chemistry kesejiwaan ini sudah ditemukan, suami dan istri akan sangat mudah dan lancar berkomunikasi. Chemistry ini pula yang menjamin minimnya salah paham dalam komunikasi antara suami dan istri.
Pasangan suami-istri yang belum menemukan chemistry kesejiwaan cenderung malas untuk membahas permasalahan keluarga bersama pasangan, karena merasa sia-sia. Bahkan sudah ada stigma “walau mau dibahas seperti apa saja, tidak akan selesai juga”. Menurut suami, “Ini pekerjaan sia-sia, tidak akan menyelesaikan apa-apa.” Menurut istri, “Ini semua karena dia.”
Temukan dulu chemistry kesejiwaan ini agar bisa nyaman dan selalu nyambung dalam berkomunikasi. Dengan demikian akan mudah membahas dan mencari penyelesaian setiap masalah keluarga.
2. Omongan yang tidak jelas
Kadang ketika istri ingin menyampaikan suatu hal kepada suami, tidak bisa membahasakan dengan jelas, sehingga pembicaraannya terkesan melingkar-lingkar dan bertele-tele. Suami merasa capek menunggu inti dari pembicaraan sang istri yang terlalu panjang dan tidak segera bisa dipahami maksudnya. Akhirnya suami malas mendengarkan dan malas diajak membicarakan masalah keluarga.
“Umi tidak pernah jelas dalam menyampaikan masalah keluarga. Malas abi membicarakan hal yang tidak pernah jelas,” ungkap suami. Jelas saja, istrinya menjadi bertambah sedih, marah, dan tersinggung dengan ucapan seperti itu.
Rata-rata suami menyukai pembicaraan to the point, sementara kaum perempuan sulit berbicara to the point. Sisi ini dipengaruhi oleh konstruksi otak laki-laki dan perempuan yang memang berbeda dari ‘sono’nya. Para istri harus belajar meringkas pembicaraan saat ingin membahas masalah keluarga dengan suami, sebaliknya suami harus belajar sabar mendengarkan cara bertutur istri yang selalu bercabang dan berkembang.
3. Mendominasi pembicaraan
Ketika suami dan istri duduk berdua membahas masalah keluarga, berikan waktu yang seimbang untuk masing-masing menyampaikan pendapatnya. Jika suami atau istri terlalu mendominasi pembicaraan, tidak akan terjadi dialog yang sehat, karena berlangsung searah. Satunya mendominasi pembicaraan dan satunya hanya diam mendengarkan. Pihak yang diam akan menjadi pihak yang tertekan.
“Tidak ada gunanya umi bicara. Abi selalu mendominasi pembicaraan. Kalau umi bicara pasti tidak akan didengarkan,” demikian pikiran suami atau istri jika pasangannya selalu mendominasi pembicaraan.
Untuk itu jangan memonopoli pembicaraan ketika sedang melakukan pembahasan masalah keluarga bersama pasangan. Ketika suami atau istri merasa tidak pernah memiliki kesempatan untuk berbicara, sikap inilah yang membuatnya semakin diam dan menganggap omongan itu seperti angin lalu.
4. Komunikasi yang kasar
Kata-kata kasar yang sering diungkapkan saat mengobrol dengan pasangan membuat suasana pembicaraan menjadi tidak nyaman. Demikian pula gaya dan sikap yang kasar dalam berkomunikasi, menyebabkan pasangan menjadi malas untuk melakukan komunikasi. Akhirnya semua masalah keluarga hanya didiamkan dan dibiarkan saja, karena merasa tidak nyaman untuk mengajak pasangan membahas jalan keluarnya.
“Abi, hari ini anak kita bermasalah lagi di sekolah…,” ungkap istri setelah suami pulang ke rumah.
“Masa bodoh! Berapa kali sudah aku katakan, urusan anak itu urusan kamu! Kalau ia bermasalah, berarti kamu yang bermasalah, tahu? Jangan bawa-bawa masalah anak kepada aku! Terserah kamu saja !” jawab suami dengan ketus dan kasar.
Gaya komunikasi seperti itu tidak sehat. Sejak dari cara pandang terhadap masalah, pemilihan kosakata, sampai kepada intonasi dan bahasa tubuh menyebabkan pasangan menjadi takut dan malas untuk mengobrol lagi.
Jika suami atau istri memiliki kebiasaan mengatakan kata-kata kasar, menyakitkan perasaan, meremehkan, menghina, dan mengintimidasi, maka pasangan akan memilih bersikap defensif dan malas mendengarkan pembicaraannya. Selain itu, gaya komunikasi yang kasar akan cenderung menimbulkan trauma berkepanjangan yang menyebabkan pasangan menjadi tertekan. Hal ini memperparah masalah dalam keluarga, dan bukan menyelesaikannya.
5. Mendramatisir suasana
Saat membicarakan masalah keluarga, lakukan dengan tenang, pikiran jernih dan niat yang tulus untuk mendapatkan penyelesaian masalah. Kadang istri terbawa emosi saat menceritakan masalah, sehingga air matanya tumpah ruah di sepanjang pembicaraan dengan suami. Setiap menceritakan masalah, selalu disertai dengan tangisan. Bagi banyak kalangan suami, hal ini dianggap sebagai mendramatisir suasana.
“Aku gak mau lagi bicara dengan kamu. Bisa gak kamu bicara tanpa menangis? Apakah menangis bisa menyelesaikan masalah keluarga kita?” ungkap suami. Ungkapan seperti ini juga menyebabkan istri semakin bersedih dan semakin serius tangisnya.
Cobalah untuk menenangkan diri saat memulai berkomunikasi dengan pasangan. Jangan terbawa emosi. Jika perlu, sebelum terjadi pembicaraan buat dulu catatan poin-poin penting dan alur pembicaraan yang diinginkan bersama pasangan. Dengan demikian pembicaraan akan lebih lancar, tidak ada bagian penting yang terlewatkan, serta tidak ada kesan mendramatisir suasana.
6. Tuduhan ekstrem
Kadang suami atau istri cenderung menggunakan kata-kata tuduhan yang ekstrem dalam mengungkapkan permasalahan. Kebiasaan menggunakan kata-kata ekstrem seperti “selalu”, “tidak pernah” atau “terus-menerus” menyebabkan pasangan malas untuk melakukan percakapan karena merasa diserang dan dituduh. Padahal kata-kata itu tidak sesuai dengan realitas yang ada. Perhatikan betapa ekstrem tuduhan-tuduhan seperti ini:
“Kamu dari dulu selalu mengulang kebiasaan yang salah….”
“Dari dulu kamu tidak pernah mendengarkan pendapatku…”
“Kamu terus menerus menuduhku dari dulu…”
Realitas yang sesungguhnya terjadi tidaklah seperti yang dituduhkan. Misalnya, tidak mungkin seorang suami atau istri “selalu mengulang kebiasaan yang salah”. Padahal kenyataannya, kesalahan yang diulang itu bisa dihitung dengan jari, bukan selalu. Demikian juga, tidak mungkin seorang suami atau istri “tidak pernah mendengarkan pendapat” pasangan. Pasti ada juga pendapat yang didengar dan dilaksanakan oleh pasangan.
Tuduhan yang ekstrem seperti itu cenderung menyebabkan pasangan merasa terintimidasi dan membuatnya malas berkomunikasi.
7. Awalan yang tidak tepat
Permulaan sangat menentukan pembahasan berikutnya. Jika mengawali secara salah, bisa merusak suasana pembahasan secara keseluruhan. Pembicaraan sudah gagal dari awalnya, karena suami dan istri memulai dengan awalan yang tidak tepat. Awalan yang tidak tepat itu misalnya kalimat tuduhan atau vonis kepada pasangan, yang disampaikan sejak awal pembicaraan. Dengan tuduhan itu, suasana pembicaraan mirip persidangan gugatan, sehingga membuat sekat perasaan pasangan.
Contoh awalan yang berupa tuduhan kepada pasangan adalah sebagai berikut:
“Semua ini karena kesalahan yang kamu lakukan. Jika kamu tidak melakukan kesalahan, pertemuan seperti ini tidak perlu terjadi.”
“Gara-gara kamu selingkuh, semua menjadi berantakan seperti ini. Semua karena kesalahan kamu.”
Contoh awalan lain yang tidak tepat adalah ketika istri mengajak suami membahas masalah dengan kalimat, “Abi, kita harus bicara. Ini ada masalah serius yang harus segera kita selesaikan.” Ungkapan seperti ini cenderung membuat suami merasa tidak nyaman dan cenderung merasa sebagai tertuduh.
Tujuan utama dari pembahasan ini adalah untuk mencari solusi atau penyelesaian masalah. Maka lakukan dengan cara yang baik dan dengan suasana yang baik pula, agar tujuan bisa tercapai. Salah satu cara yang baik adalah dengan awalan yang baik, sehingga membuat pembahasan menjadi lancar dan nyaman.
Contoh awalan yang baik adalah dengan prolog hal-hal ringan dan cenderung lucu. Seperti bercerita tentang kelucuan anak-anak, kejadian lucu dengan tetangga, cerita lucu teman kantor, dan lain sebagainya yang bersifat ringan. Jika suasana sudah cair dan nyaman, barulah bisa masuk ke inti permasalahan yang hendak dibicarakan. ^_^
8. Waktu yang tidak tepat
Jangan menyepelekan pemilihan waktu untuk membicarakan permasalahan keluarga dengan pasangan. Walau kelihatan sangat teknis, namun hal ini berpengaruh besar dalam keberhasilan sebuah komunikasi. Ketika pasangan sedang dalam keadaan lelah karena baru saja datang dari tempat kerja dan belum sempat istirahat, lalu Anda memaksanya untuk berbincang serius tentang masalah keluarga, pasti ia merasa tidak nyaman.
Di saat suami atau istri tengah lelah, yang diinginkan adalah rehat sejenak. Berikan waktu tiga puluh menit atau satu jam untuk rileks, buatkan minuman panas atau dingin sesuai kesukaannya, pijit-pijit dengan ringan tubuhnya agar hilang rasa lelah serta penatnya, setelah itu ia akan lebih siap untuk diajak berbincang.
Demikian pula saat pasangan tengah asyik menonton sebuah acara di televisi atau tengah bekerja di depan komputer, menjadi waktu yang tidak tepat untuk mengajaknya berdiskusi tentang masalah keluarga. Tanyakan apakah ia akan menonton acara itu sampai selesai. Jika memang ia menyukai acara itu, biarkan saja ia menyelesaikan menonton agar tidak merusak ‘mood’nya.
Tanyakan apakah pekerjaan di komputer itu masih lama. Jika memang masih lama, mungkin Anda bisa mengerjakan dulu aktivitas lain sambil menunggu pasangan bekerja di komputer. Mungkin juga Anda lebih nyaman berbincang saat anak-anak sudah tidur di malam hari, sehingga suasana lebih kondusif. Pemilihan waktu yang tepat akan mendukung keberhasilan pembicaraan dengan pasangan.
9. Tempat yang tidak tepat
Tempat untuk melakukan pembicaraan masalah keluarga juga sangat menentukan. Kadang suami dan istri merasa terganggu oleh keributan anak-anak di rumah, atau terganggu oleh banyaknya tamu di rumah, atau oleh rutinitas kesibukan rumah tangga, sehingga tidak nyaman untuk berbincang berdua membahas masalah. Oleh karena itu, untuk membicarakan masalah keluarga kadang perlu tempat lain, bukan di rumah, jika memang di rumah tidak kondusif untuk melakukan pembicaraan ini.
Tidak perlu berpikir menyewa tempat seperti hotel atau restoran untuk melakukan pembahasan masalah keluarga, kecuali jika memang sengaja menganggarkan dana. Cukup menyempatkan waktu berdua berjalan ke pantai atau ke taman kota atau ke hutan pinggir kota, yang gratis saja, untuk mencari tempat yang sepi dan jauh dari gangguan orang lain. Di tempat yang kondusif, semua permasalahan bisa dibahas dengan leluasa, tanpa merasa ada gangguan yang menghalangi pembicaraan.
10. Tidak ada variasi
Suami atau istri pasti akan bosan membicarakan masalah yang berulang-ulang dan seperti tidak pernah selesai. Jika ada suatu masalah yang sudah pernah dibahas secara panjang lebar sebelumnya, jangan diangkat lagi dalam waktu yang sangat dekat. Jika tema permasalahannya selalu sama, akan membuat pasangan malas membicarakan kembali karena seakan-akan hidupnya habis untuk satu masalah itu saja.
Selingi pembicaraan dengan tema-tema lain, agar tidak menimbulkan kejenuhan dalam pembicaraan. Variasi dalam tema, cara menyampaikan, pilihan waktu, pilihan tempat, pilihan suasana, gaya komunikasi dan sebagainya, menjadi penting untuk membuat suasana yang selalu segar dan tidak monoton.
Demikianlah sepuluh hal yang menyebabkan suami dan istri merasa malas untuk membahas masalah dengan pasangan. Maka hindarilah hal-hal di atas agar bisa selalu merasa nyaman dan nyambung berbincang dengan pasangan. Semua masalah bisa dibahas secara baik-baik tanpa perlu pertengkaran dan konflik yang semakin menjauhkan perasaan kebersamaan pasangan suami dan istri
Jadi, ujian dalam rumah tangga bisa menjadi sebuah upaya mempererat keharmonisan antara suami dan istri. Maka dari itu, komunikasi amatlah penting dibangun dalam menjaga keutuhan sebuah rumah tangga. Jangan pernah membiarkan masalah menjadi pengganggu keharmonisan keluarga yang sudah diniati ibadah Lillahitaa’la untuk menyempurnakan agama. Uraikan satu persatu, selesaikan  secara baik-baik agar tidak menumpuk menjadi gunung pasir.
Semoga bermanfaat ^_^

Wednesday, November 26, 2014

Pidato Menghormati Orang tua dan Guru



Pidato  Menghormati Orang tua dan Guru

صاحِبُ الفَضِيْلَةِ  , الي رئيس المدراسة الإبتدائيّة ........
صاحِبُ السَّعَادَةِ  , الي tamu..........................
صاحِبُ الفَخَامَةِ ,جَمِيْعُ الأسَاتِذِ و الأُسْتاذَاتِ ...........
أُحَيِّيْكُمْ تَحِيَّةً إِسلاَميَّةً , تَحِيَّةً مُبارَكَةً مِنْ عِنْدِ اللّهِ , تَحِيَّةً الأُجُوًّةِ.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمد عبده ورسرله
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى فَضَّلَ بَنِيْ أَدَمَ بِا لْعِلْمِ وَالْعَمَلِ.
الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَلَى كُلِّ حَالٍ.
وَ عَلَى اَلِهِ وَاَصْحَا بِهِ اَصْحَابِ الْكَرَامَةِ وَالْكَمَلْ أمّاَ بَعْدُ

اوّلاً    : هيّا بنا نَشكُرُ  شكراً كثيراً تَسْلِيْماً الى اللّهِ تعالى الذي قَدْ أَعْطَتْناَ نِعْمَةً و هِدَايَةً , حَتيَّ نَسْثَطِيْعَ أَنْ نَجْتَمِعَ في هاذا  مَكَانِ المُبَارَكِ
ثانياً    : الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ الى حَبِيْبِناَ مُتَلاَزِمَيْنَ نَبِيُّنَا محمّد صلّى اللّه عليه و سَلَّمَ الذي قد حملنا من الظلمات الى نورِ العِلْمِ و الى صِرَاطِ المُسْتَقِيْمِ
ثالثاً    : لاَ أَنْسَى أشكُرُ الي ( رَئِيْسَةِ الجلاسةِ )//( رَئِيْسِ الجلاسِ ) الذي قد أَعْطَتْنِي فرصةً غَالِيَةً لِأقُوْمَ بِيْنَ لَدَيْكُمْ جميعاً.

ISIPidato  Menghormati Orang tua dan Guru

أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المُحْتَرَمُونَ,
فِي هَذَا اْلوَقْتِ سَأُلْقِي لَدَيْكُمْ الْمُحَاضَرَةَ تَحْتَ الْمَوْضُوعْ / الأُنْوَانِ  :  
بِرُّ الوَالِدَيْنِ و المُعَلّمِ
أيّهَا الحَاضِرُونَ المُحْتَرَمُونَ,
مَا هُوَ بِرُّ الوَالِدَيْنِ؟
بِرُّ الوَالِدَيْنِ هُوَ الإِحْسَانُ إلَيْهِمَا، وَ طَاعَتُهُمَا، وَ فَعَلَ الخَيْرَات لَهُمَا، وَقَدْ جَعَلَ اللهُ لِلْوَالِدَيْنِ مَنْزِلَةً عَظِيْمَةً لاَ تُعَدَلٌهَا مَنْزِلَةٌ، فَجَعَلَ بِرَّهُمَا وَالإِحْسَانُ إِلَيْهِمَا .لأنَّ رِضَاهما فرضٌ عظيمٌ، وَذِكْرُهُ بَعْدَ الأَمْرِ بِعِبَادَتِهِ، فَقَالَ عَزَّوَجلَّ  شَأْنُهُ: {وَقَضَى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانًا} وقال تعالى: {واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئًا وبالوالدين إحسانًا }{
أيّها الحَاضِرُونَ المُحْترَمُونَ,
إعلم أن بر الوالدين له فضلٌ عظيمٌ، وأجرٌ كبيرٌ عندَ اللهِ –سُبْحَانَهٌ و تعالى -، فقد جَعَلَ اللهُ بِرَّ الوالدينِ مِنْ أَعْظَمِ الأَعْمَالِ وَأَحَبَّهَا إِلَيْهِ، فَقَدْ سَئَلَ النّبي صلّى الله عليه وسلّم : أي العملِ أَحَبّ إلى اللهِ؟ قال: (الصّلاةُ على وَقْتِهَا قَالَ: ثُمَّ أَيّ؟ قَالَ: ثُمّ بِرُّ الوَالدَيْنِ قَالَ: ثُمَ أَيّ؟ قَالَ: الجِهَادُ في سَبيلِ الله)
 هَيّا بِنَا نَنْظُرُ إلى طَاعَةِ إِسْمَاعِيْلَ -عليه السلام-  كَانَهُ غُلامًا صِغِيْرًا، يُحِبُّ وَالِديْهِ وَيُطِيْعُهُمَا وَيَبِرُّهُمَا. وَفي يَوْمٍ مِنَ الأَيَامِ جَاءَهُ أَبُوْهُ إِبْرَاهِيْمَ -عليه السلام- وَطَلَبَ مِنْهُ طَلَبًا عَجِيْبًا وَصُعُبًا؛ حيث قال له : { يا بني إني أرى في المنام أني أذبحك فانظر ماذا ترى فرد عليه إسماعيل في ثقة المؤمن برحمة الله، والراضي بقضائه: { قال يا أبي افعل ما تؤمر ستجدني إن شاء الله من الصابرين } وهكذا كان إسماعيل بارًّا بأبيه، مُطِيْعًا لَهُ فِيْمَا أَمَرَهُ اللهُ بِهِ.
أَيُّهَا الحَاضِرُونَ المُحْتَرَمُونَ,
لاَبُدَ لَنَا نكرم المعلّمِينَ و المعامات اَوِ الأساتذ و الأستادات . لأنّ قد درسوا علوماً  نفيعاً كثيرًا لجميع الطلابِ بلا أَجْرٍ. بَلَغَ المعلّمُ العِلْمَ لنا لِنَيْلِ سَعَادَةً و سلامةً في الدنيا و الآخرةِ . فمن يكرم المعلّم فإنّه يكرم اللّه عزّ و جلّ.



أَيّهَا الحاضِرُونَ المحترَمُونَ,
فالمسلمُ الصَّالحُ يُبِرُّ وَالِدَيْهِ و مُعَلِّمِهِ في الحَيَاتِ، وَيُبِرُّهُمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا؛ بِأَنَّ يَدْعُوْ لَهُمَا بِالرَحمةِ والمغفرةِ ، ويُكْرَمُ أَصْدِقَاءِهِمَا كذالك ّ لِلمعلّمَ . .
وَحَثُّ اللهُ كلَّ مسلمٍ على الأكثارِ مِنَ الدُعَاءِ لِوَاِلدَيْهِ في مُعْظَمِ الأَوْقَاتِ، فَقَالَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَي ولوالدي وللمؤمنين يوم يقوم الحِسَابِ .و قال: رَبِّ اغفرْ ليِ ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنًا وللمؤمنين والمؤمنات
PENUTUP
Pidato  Menghormati Orang tua dan Guru

أيّها الحاضرون الكِرَامِ
أَكْتَفِي بِهَذَا , وفي الإختتام أَسْتَعْفِي مِنكُمْ أيها السَّهَادَةِ الكرامِ ومَعَاشِرِ الإخْوَانِ من الأخطاء و الغالاظات. فأقول لكم, آخِيْرُ كلام ........( و باللّه التوفيق و الهداهه و الرضي و العناية )


                              و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته