Sunday, September 7, 2014

Karakter Anak Tergantung Pada Orang Tuanya

Karakter Anak Tergantung Pada Orang Tuanya ^_^
Oleh : Dewi Purwati


Setiba di Yogyakarta tak terasa lima hari telah berlalu, lagi lagi serentetan kasus yang muncul pada orangtua akhir-akhir ini adalah kenakalan anak. Tak sedikit orang tua yang mengeluh karakter anaknya, salah satunya pelanggan jus Delima depan Kopma UIN Yogyakarta tempo hari.
Kok bisa ya anak saya seperti ini? Kewalahan.

Yuk brhenti.. jangan salahkan anak, Sudahkah ayah bunda evaluasi diri sendiri atas pernyatan tersebut?
Meskipun memang belum sepenuhnya menjadi seorang ibu, saya belajar dari kasus yang terjadi. Saya memang belum mengalami susah senang, duka sukanya mengasuh buah hati sendiri, namun setidaknya bekal secara langsung mempelajari psikologi perkembangan anak yang didukung dengan pengalaman mengabdikan diri kepada suatu lembaga pendidikan psesantren yang kebetulan diamanahi memegang peran serta tugas sebagai pengasuhan. Dimana peran ini memposisikan diri kita menjadi seorang ibu bagi anak-anak didik. Tugas seorang pengasuhan ialah mengayomi anak-anak sekaligus mendidik anak-anak didalam lembaga, barang tentu tugas ini menjadi amat special sebab diburuhkan totalitas dalam bertangggung jawab saat anak tiba-tiba memiliki masalah seperti lemah membangkitkan interpersonal diri, sulit berinteraksi, perizinan, tidak betah, minta pulang dll.

Karakter yang tumbuh dalam diri mereka biasanya tertanam dari orang tua. Inipun yang sedang damati pada anak-anak tersebut, Bahwa saat secara tidak langsung menjadi bagian dari wali mereka, karakter yang kita miliki akan berpengaruh pada anak-anak tersebut. Mereka dengan cepat merangsang apa yang kita lakukan sebagai perwujudan tingkah imitatif atau mencontoh. Seperti contoh sederhananya adalah keberhasilan pengasuhan yang memancing anak-anak didik untuk membawa buku setiap saat. Kami menstimulus mereka dengan metode uswatun hasanah. Uswatun hasanah ini ialah memulai terlebih dahulu memberikan contoh yang baik yakni membawa buku bacaan disetiap kesempatan. Sehingga karakter dari diri kuat sebagai contoh, saat karakter itu melekat pada pemberi teladan tanpa instruksipun anak-anak didik mengikuti. Akhirnya mereka terpengaruh akan rajin membawa buku bacaan setiap saat. Banyak hal yang dapat disharingkan ayah bunda bukanlah telah merasa sudah berpengalaman atau tidak, tentu bukan bahkan dikatakan demikian belum terlampau layak, ayah bunda saat ini tentu lebih sangat berpengalaman. yuk alangkah baiknya saling berbagi dan sharing sehingga pengetahuan kita menambah dan membuka wawasan cara berfikir kita dalam mendidik anak.
Ayah, Ibu, sesungguhnya anak itu ibaratkan kertas putih, tanpa noda, tiada berbecak. Seputih salju semurni embun yang menetes di fajar pagi. Orang tua, saudara, kerabat dan lingkungan tempat tinggal laksana pensil beraneka warna yang siap memulas. Nah…Goresan merah, kuning atau hijau kapanpun bisa terlukis. Bahkan tanpa diminta dan diharap. Warna warna pensil itulah ibarat bermacam karakter anak yang segera terlukis. Tergantung sang pemilik warna yang menentukan warna karakter anak.
Anak tidak mungkin memiliki karakter suka memaki, kecuali jika orang tuanya adalah seorang pencela. Anak tidak mungkin memiliki kegemaran tawuran, keculai jika kedua orang tuanya bertengkar hampir setiap hari. Anak tidak mungkin merasa rendah diri, kecuali jika cemoohan sering didapat. Sebenarnya semua anak bisa dididik, kecuali karena orang tua gagal mendidik. Sebenarnya semua anak pandai, kecuali karena orang tua gagal mengajar. Sebenarnya semua anak jujur, kecuali karena orang tua gemar berbohong. Tiada anak terlahir dengan kepercayaan diri, melainkan karena orang tua gemar motivasi. Tiada anak terlahir dengan kedamaian, melainkan karena orang tua mencontohkan toleransi. Tiada anak terlahir dengan penuh atensi, melainkan karena orang tua suka memuji. Nah jika kita pribadi menyadari ada sifat kurang baik dalam diri kita, sebisa mungkin jangan kita perlihatkan secara visual kepada anak. Terkadang drama juga perlu dilakukan untuk memberikan uswatun khasanah yang baik. Misalnya bunda adalah seorang yang sensitive, setiap detik bawaannya ingin marah. Barang berantakan sedikit memicu emosi. Sedikit apapun yang tidak sesuai dengan keiinginan seakan ingin meledak bagai bom tentara tentara penjajah. Benar jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Artinya perwatakan anak mengikuti orang tuanya. Namun bukan demikian yang dengan karakter yang dimaksydkan tersebut orang tua mampu bersikap lebih elegant dan memberikan contoh baik agar mampu mempengaruhi karakter buah hati.
Ayah, ibu….
Anak anak kita adalah buah cinta yang selayaknya tumbuh berkembang dengan cinta dan kasih sayang. Harus benar benar kita perhatiakan fase-fase yang tepat dalam memndidiknya. Kapan kita harus tegas, displin tapi penuh kasih sayang, sehingga anak kelak belajar mencontoh cara ayah dan ibunya dalam mendidik anak-anaknya kelak. Waallahu alam
Semoga semua calon ayah dan calon ibu kelak mendidik buah hatinya dengan penuh rasa cinta ^_^

No comments:

Post a Comment