Karakter Anak Tergantung Pada Orang Tuanya ^_^
Oleh : Dewi Purwati
Setiba di Yogyakarta tak terasa lima hari telah berlalu, lagi lagi
serentetan kasus yang muncul pada orangtua akhir-akhir ini adalah
kenakalan anak. Tak sedikit orang tua yang mengeluh karakter anaknya,
salah satunya pelanggan jus Delima depan Kopma UIN Yogyakarta tempo
hari.
Kok bisa ya anak saya seperti ini? Kewalahan.
Yuk brhenti.. jangan salahkan anak, Sudahkah ayah bunda evaluasi diri sendiri atas pernyatan tersebut?
Meskipun memang belum sepenuhnya menjadi seorang ibu, saya belajar
dari kasus yang terjadi. Saya memang belum mengalami susah senang, duka
sukanya mengasuh buah hati sendiri, namun setidaknya bekal secara
langsung mempelajari psikologi perkembangan anak yang didukung dengan
pengalaman mengabdikan diri kepada suatu lembaga pendidikan psesantren
yang kebetulan diamanahi memegang peran serta tugas sebagai pengasuhan.
Dimana peran ini memposisikan diri kita menjadi seorang ibu bagi
anak-anak didik. Tugas seorang pengasuhan ialah mengayomi anak-anak
sekaligus mendidik anak-anak didalam lembaga, barang tentu tugas ini
menjadi amat special sebab diburuhkan totalitas dalam bertangggung jawab
saat anak tiba-tiba memiliki masalah seperti lemah membangkitkan
interpersonal diri, sulit berinteraksi, perizinan, tidak betah, minta
pulang dll.
Karakter yang tumbuh dalam diri mereka biasanya tertanam dari orang
tua. Inipun yang sedang damati pada anak-anak tersebut, Bahwa saat
secara tidak langsung menjadi bagian dari wali mereka, karakter yang
kita miliki akan berpengaruh pada anak-anak tersebut. Mereka dengan
cepat merangsang apa yang kita lakukan sebagai perwujudan tingkah
imitatif atau mencontoh. Seperti contoh sederhananya adalah keberhasilan
pengasuhan yang memancing anak-anak didik untuk membawa buku setiap
saat. Kami menstimulus mereka dengan metode uswatun hasanah. Uswatun
hasanah ini ialah memulai terlebih dahulu memberikan contoh yang baik
yakni membawa buku bacaan disetiap kesempatan. Sehingga karakter dari
diri kuat sebagai contoh, saat karakter itu melekat pada pemberi teladan
tanpa instruksipun anak-anak didik mengikuti. Akhirnya mereka
terpengaruh akan rajin membawa buku bacaan setiap saat. Banyak hal yang
dapat disharingkan ayah bunda bukanlah telah merasa sudah berpengalaman
atau tidak, tentu bukan bahkan dikatakan demikian belum terlampau layak,
ayah bunda saat ini tentu lebih sangat berpengalaman. yuk alangkah
baiknya saling berbagi dan sharing sehingga pengetahuan kita menambah
dan membuka wawasan cara berfikir kita dalam mendidik anak.
Ayah, Ibu, sesungguhnya anak itu ibaratkan kertas putih, tanpa noda,
tiada berbecak. Seputih salju semurni embun yang menetes di fajar pagi.
Orang tua, saudara, kerabat dan lingkungan tempat tinggal laksana
pensil beraneka warna yang siap memulas. Nah…Goresan merah, kuning atau
hijau kapanpun bisa terlukis. Bahkan tanpa diminta dan diharap. Warna
warna pensil itulah ibarat bermacam karakter anak yang segera terlukis.
Tergantung sang pemilik warna yang menentukan warna karakter anak.
Anak tidak mungkin memiliki karakter suka memaki, kecuali jika orang
tuanya adalah seorang pencela. Anak tidak mungkin memiliki kegemaran
tawuran, keculai jika kedua orang tuanya bertengkar hampir setiap hari.
Anak tidak mungkin merasa rendah diri, kecuali jika cemoohan sering
didapat. Sebenarnya semua anak bisa dididik, kecuali karena orang tua
gagal mendidik. Sebenarnya semua anak pandai, kecuali karena orang tua
gagal mengajar. Sebenarnya semua anak jujur, kecuali karena orang tua
gemar berbohong. Tiada anak terlahir dengan kepercayaan diri, melainkan
karena orang tua gemar motivasi. Tiada anak terlahir dengan kedamaian,
melainkan karena orang tua mencontohkan toleransi. Tiada anak terlahir
dengan penuh atensi, melainkan karena orang tua suka memuji. Nah jika
kita pribadi menyadari ada sifat kurang baik dalam diri kita, sebisa
mungkin jangan kita perlihatkan secara visual kepada anak. Terkadang
drama juga perlu dilakukan untuk memberikan uswatun khasanah yang baik.
Misalnya bunda adalah seorang yang sensitive, setiap detik bawaannya
ingin marah. Barang berantakan sedikit memicu emosi. Sedikit apapun yang
tidak sesuai dengan keiinginan seakan ingin meledak bagai bom tentara
tentara penjajah. Benar jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Artinya
perwatakan anak mengikuti orang tuanya. Namun bukan demikian yang dengan
karakter yang dimaksydkan tersebut orang tua mampu bersikap lebih
elegant dan memberikan contoh baik agar mampu mempengaruhi karakter buah
hati.
Ayah, ibu….
Anak anak kita adalah buah cinta yang selayaknya tumbuh berkembang
dengan cinta dan kasih sayang. Harus benar benar kita perhatiakan
fase-fase yang tepat dalam memndidiknya. Kapan kita harus tegas, displin
tapi penuh kasih sayang, sehingga anak kelak belajar mencontoh cara
ayah dan ibunya dalam mendidik anak-anaknya kelak. Waallahu alam
Semoga semua calon ayah dan calon ibu kelak mendidik buah hatinya dengan penuh rasa cinta ^_^
No comments:
Post a Comment